Tak Berkategori

Me Time?

30Pekan lalu, saya membaca artikel terkait “me time” yang belakangan digandrungi oleh sebagian Ibu Rumah Tangga. Alasannya, para Ibu-ibu ini merasa memerlukan waktu untuk sendiri, bebas sejenak dari rutinitas yang itu-itu saja, dengan rumah yang semrawut karena kreatifitas anak-anak, dengan kepulan asap dapur dan bau bawang, inginnya free barang sehari untuk memanjakan dirinya agar tidak stress.

Disadari atau tidak, pola aktifitas sebelum dan setelah menikah itu sangat berbeda sekali. Jika sebelum menikah, ketika jenuh dengan seabrek tugas kuliah yang menumpuk dari Dosen, laporan, RPP, atau dikejar deadline Soal UTS untuk Siswa-siswi di tempat saya mengajar, maka saya meluangkan waktu untuk makan Risoles favorit di Food court Progo ditemani Madina, atau jalan-jalan sore ke Malioboro.

Setelah menikah? Hmm.. tentu ketika keluar dari rumah Suami, harus benar-benar untuk menunaikan hajat syar’inya. Bagaimanapun, rumah adalah sebaik-baik tempat bagi seorang Istri, ladang jihad yang membentang bagi seorang Ibu. Dengan perubahan pola aktifitas dari yang mobilitasnya tinggi di luar rumah (Misal untuk kuliah, mengajar maupun menuntut ilmu syar’i) berganti hanya berkutat dengan pekerjaan domestik seperti cucian baju, piring kotor, bumbu dapur, popok anak, anak yang rewel, dan lain-lain tentu akan memicu stres dan memerlukan penangan segera supaya emosi Ibu atau Istri tetap stabil.

Maha Suci ALLAH dengan segala keluasan rahmat-Nya bagi setiap Istri dan Ibu yang mengabdikan diri sepenuhnya untuk melayani Suami dan anak-anaknya di dalam rumah. ALLAH jadikan setiap kelelahpayahan Istri, pekerjaannya, waktunya, sebagai ibadah yang berbuah pahala. Yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan ALLAH.

Dari Ibnu Umar Radhyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِىَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ

Wanita menjadi pemimpin di rumah suaminya dan bagi anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggung jawaban tentang mereka. (HR. Bukhari 2554 & Muslim 4828)

Seorang Isteri adalah pemimpin dan pengatur dalam rumah tangga. Artinya, sudah menjadi kodrat dan kewajibannya mengatur rumah agar senantiasa bersih dan terawat sehingga penghuninya merasa nyaman ketika berada di dalam rumah, menyiapkan makan untuk suami dan anak-anaknya sehingga kualitas makanan dan gizi mereka terpenuhi menjadikan suami dan anak-anak memiliki energi yang cukup untuk bekerja dan beribadah.

Tentu, tidak dapat dipungkiri bahwa rutinitas serupa yang dilakukan berulang-ulang setiap harinya, dari matahari terbit, hingga mata menjadi bulan sabit terkadang menimbulkan kejenuhan dan stress. Tentu, stress yang dialami Ibu Rumah Tangga harus segera diatasi supaya tidak mengerucut, hingga menyebabkan depresi. Menurut sebagian orang, me time adalah sebuah solusi. Nah masalahnya, bagaimana Islam memandang me time bagi seorang Istri? Me time untuk berlepas diri dari tanggungjawabnya sebagai Isteri dan Ibu? Jalan-jalan seharian dengan teman-teman, bangun siang pada hari Sabtu dan Minggu, perawatan ke Salon setiap pekannya hingga berjam-jam, atau chatting hingga larut malam dengan teman-temannya?

Ittaqillah… Bertaqwalah kepada ALLAH…

Jika aplikasi me time seperti itu, tentu datangnya bukan dari ajaran Islam. Me time sendiri baru ada ketika jaman teknologi sudah secanggih ini. Jaman Nenek Buyut hingga Mamah saya, tidak ada istilah me time dan mereka baik-baik saja. Bahkan sukses dalam mendidik anak-anaknya. Lebih-lebih Para Istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka tetap menikmati peranannya menjadi Istri yang hanya berorientasi pada akhirat.

Menurut saya, me time (Hang out dengan teman-teman, chatting hingga larut, dll) adalah upaya untuk mencicil kekufuran terhadap Suami. Why?

Seperti candu, apabila me time dianggap sebagai satu-satunya solusi bagi stress yang dialami seorang Istri maka tidak menutup kemungkinan pada lain kesempatan ia akan meminta jatah me time lagi kepada suaminya. Me time akan menjadi agenda rutin pekanan atau bulanan yang wajib. Sehingga, apabila tidak ditunaikan maka akan mengeroposi keharmonisan rumah tangga. Istri mulai ngambek, melampiaskan amarah pada anak-anak, berkata kasar kepada Suami, mulai membantah, sebagai ekspresi tidak terima karena kenyamanannya me time tidak dipenuhi.

Kemudian, jika Istri sudah merasa sangat nyaman berada di luar rumah, berbaur dengan teman-teman kerjanya dulu akan menggoyahkan hati Istri untuk meninggalkan karier di dalam rumah suaminya, dan beralih profesi menjadi wanita kurir. Bangun siang pada akhir pekan akan menjadi bumerang baginya. Suami dan anak-anak kelaparan karena tidak ada sarapan, anak-anak belum mandi hingga matahari tinggi, rumah berantakan, dan Istri kembali stress dan berteriak-teriak menyalahkan Suami, “Kenapa tidak menghandle anak-anak dan rumah sih? Padahal kan hari ini kamu libur?” Nah!

Ladies…

Stress itu baik, jika kita menyadari bahwa stress itu bisa melatih kedewasaan dan kebijaksanaan kita. Melahirkan rasa empati dan sabar, membuat kita berpikir jernih dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi dalam sebuah perkawinan. Adakalanya, stress itu buruk apabila bersifat destruktif. Misal, membuat kita menjadi pemarah, tidak mau tahu, pemurung, dan meraa tidak berguna.

Kenalilah stress yang kita alami. Jika kita menyadari bahwa stress yang kita alami bersifat destruktif, emosi mulai tidak stabil, perbanyaklah dzikrullah. Manajemen stress dalam rumah tangga adalah hal yang harus kita kelola dengan baik, supaya tidak berakibat negatif pada diri, perkawinan dan anak-anak.

Bagaimana memanage supaya stress yang menimpa tidak merusak keharmonisan rumah tangga?

Berbicaralah…

Berceritalah banyak hal pada suami tentang permasalahan yang kita hadapi ketika menjelang tidur. Karena, Suami adalah partner kita sehidup semati. Utarakan perasaan senang dan tidak senang kita seharian ini padanya. Memohon pengertiannya, bahwa kita membutuhkan pendengar yang baik agar permasalahan yang kita alami segera terpecahkan solusinya. Dalam hal ini, suami berperan penuh untuk memberi nasehat, feed back yang baik, tidak menyalahkan, dan menghargai apa yang disampaikan Istri. Bagaimanapun, beban berat jika tidak segera dikurangi akan membuat pemikul kehilangan kekuatan.

Nikmatilah…

Nikmatilah, dan perbanyak rasa syukur karena ALLAH telah memberi kita seorang Suami yang baik, dan anak-anak yang sehat. Tanamkan selalu dalam diri, bahwa kesusahan kita dalam merawat rumah tangga tidaklah sia-sia di mata ALLAH. Akan ada ganjaran setimpal di dalamnya. Mentaati Suami untuk tetap tinggal di dalam rumah akan menjadi tiket kita masuk ke Surga dari pintu mana saja, Maa syaa ALLAH..

Dari Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

Apabila wanita menjaga shalat 5 waktu, menjaga puasa ramadhan, menjaga kehormatannya, dan mentaati suaminya, maka dipersilahkan baginya: “Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kamu inginkan.” (HR. Ahmad 1683, Ibnu Hibban 4163 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)

Me time itu…

Shalat

Shalat adalah me time terbaik. Ketika shalat, kita dapat terbebas dari hiruk pikuk dunia sejenak. Ketika shalat, hati kita terkoneksi dengan ALLAH, Rabb semesta alam yang Maha Luas kasih sayang-Nya. Hati kita akan menjadi lembut, butiran-butiran air wudhu yang membasahi persendian kita akan menyejukkan hati yang meradang dan kepala yang sepaneng karena kejenuhan yang menggelegak di dalam rumah. Maa syaa ALLAH, kita bisa me time lima kali sehari, belum lagi ditambah dengan shalat sunnah lainnya. Me time terbaik, yang membuat Suami ridha, disukai ALLAH, tanpa meninggalkan kewajiban mengurus anak dan rumah tangga.

Membaca Al-Qur’an

Membaca Al-Qur’an adalah me time terbaik setelah shalat. Jika sulit membaca Al-Qur’an setiap usai shalat karena anak-anak rewel, maka bisa bangun lebih awal ketika seisi rumah belum terbangun dari tidur. Membaca Al-Qur’an membuat kita lebih rileks, melembutkan hati, menjadi pengingat dikala dada terasa sempit dan leeher seakan tercekik karena kejenuhan yang melanda.

Refreshing dengan Keluarga

Bukan me time namanya kalo rame-rame? Sama aja harus tetep menjaga anak-anak. Bisa saja kok! Sebelum merencanakan berangkat refreshing ke pantai misalnya. Buat perjanjian dengan Suami, bahwa kita ingin bersantai-santai di bawah pohon Kelapa sambil menikmati semilirnya angin pantai, segarnya Es Degan dan Secarik Kertas untuk menulis. Suami menghandle anak-anak untuk bermain-main di pantai. Sambil sesekali kita mengawasi dari kejauhan barngkali anak-anak memerlukan kita. Wah.. senangnyaaa..

Sesekali Perawatan Diri di Rumah

Daripada menghabiskan waktu berjam-jam di Salon, tak apalah hari Sabtu sore kita meminta bantuan Suami untuk mengajak anak-anak jalan-jalan ke tempat bermain atau ke taman, berlatih sepatu roda atau naik sepeda, sejam atau dua jam. Kita manfaatkan untuk facial sendiri secara alami di rumah, luluran, maskeran, dan lain sebagainya. Jika sudah selesai, segera kabari Suami untuk pulang ke rumah. Taraaaa.. Suami semakin sejuk memandang kita yang sudah cantik, anak-anak puas karena bisa bermain-ain di luar rumah bersama Ayahnya.

Bukan Me Time, tapi Our Time

Ah, rasanya.. Me time tidak akan berjalan tanpa kerjasama dengan Suami dan anak-anak. Bukan me time lagi, tapi our time. Kita membagi tugas di waktu yang sama, tanpa mengurangi hak satu diantara kita. Semoga, tercerahkan. 🙂

11 thoughts on “Me Time?”

  1. Maasyaa Allah, baarakallaahu fiik mba. Salam kenal…

    Memang harus banyak belajar ya mba sebelum ‘melangkah’ ke jenjang berikutnya? Hehe..

    Kalau masih sendiri, me time nya memang enak jalan-jalan sama temen, makan-makan sama temen, atau dieeem seharian ga mau diganggu. Jadi sebelum melangkah, mesti diubah dikit2 ya, harus dikendalikan ><

    Like

    1. Iya Mbak.. Jadi, sebelum menikah dimaksimalkan me time-nya untuk perkara yang bermanfaat, menghibur, tapi tidak melalaikan. Karena, umumnya setelah menikah tanggungjawab yang kita pikul lebih berat lagi. Setidaknya, sudah punya gambaran kalo udah punya suami dan krucil-krucil, artinya udah repot.. jadi harus pinter memanage stress biar emosi tetap stabil, dan pikiran tenang.. Tapi kalo menikmati, dan mengharap pahala ALLAH, In syaa ALLAH kita me time-nya malah tanpa sadar.. hihihi..

      Like

      1. Hehe, maasyaa Allah.. Harus belajar dan mempersiapkan. Banyak ilmu yang harus diketahui ya ^^.

        Jazaakillaahu khairan mba, baarakallaahu fiik ^^

        Like

      2. afwan mba, mau tanya tapi sedikit malu.. hehe..
        Apa mba ada rekomendasi buku apa yg kira-kira cocok dipelajari? Saya kebetulan sedang mencari buku2 yg cocok untuk dipelajari.. aduh maaf mba tanyanya lewat blog, bingung mau tanya kemana

        Like

      3. 1. Buku Adab Az Zifaf karya Syaikh Muhammad Nashiruddim al-Albani penerbit Media Hidayah (Beli di Toko Sarana Hidayah, utara Fakultas Kehutanan UGM harganya kalo nggak salah 35 rb);

        2. Sejak Memilih, Meminang, Hingga menikah karya Abu Muhammad Ibnu Shalih bin Hasbullah penerbit Pustaka Ibnu Umar (Buku saku, Harga 5 rb);

        3. Tuntunan Menggapai Keluarga Sakinah (Penulis dan Penerbitnya idem sama yang no 2, harganya juga sama)

        4. Surat Terbuka untuk Para Istri, Author Ummu Ihsan dan Abu Ihsan Al-Atsari (Penerbit Pustaka Imam Syafi’i, harga 30 ribuan)

        5. Kado Pernikahan, Author Abdullah bin Muhammad Al-Dawud (Penerbit Darus Sunnah, harga 80 ribu)

        6. Panduan Kesehatan Wanita, dr Avie Andriyani (Penerbit As-Salam, dulu belinya pas kajian Kismis di FK UGM, diskon deh. Kalo nggak salah 25rb. Nggak tau kalo harga sekarang)

        7. Buku-buku Fiqh pernikahan, parenting, buku resep, artikel-artikel di Muslimah.Or.Id, Majalah Sakinah, Nikah, Al-Umm, dll.

        Itu sih sebagian buku yang ada di rumah. Hehehe, sebetulnya banyak kok buku-buku yang membahas tentang pernikahan. Coba aja Mbak, jalan-jalan ke Toko Sarana Hidayah atau Toko Ihya Jogja. (Eh.. tinggalnya di Jogja kan? hihihi)

        Monggo, bisa inbox FB saya Mbak, ita bisa ngobrol-ngobrol, hehehe : https://www.facebook.com/sulistiyoningtyas

        Like

      4. Maasyaa Allaah… Banyak ya mba ternyata yang harus dipersiapkan >< Jazaakillaahu khairan.. Baarakallaahu fiik.. Iya mba, saya di Jogja.. Nanti saya add ya fbnya ^^

        Liked by 1 person

Leave a comment